Selasa, 01 April 2014

PAEDAGOGI TERTINDAS

Oleh karena pedagogi menyoal seni dan ilmu mengajar, di dalamnya selalu menggamati hubungan guru dengan siswa. Sebuah analisis yang cermat dari hubungan guru-siswa pada stiap tingkat di dalam atau di luar sekolah. Mengungkapkan narasi karakter fundamental hubungan ini melibatkan subyek yang menceritakan (guru) dan obyek yang mendengarkan (siswa). Substansi, nilai-nilai atau dimensi apa yang terkait dengan realitas empiris cenderung digambarkan sebagai proses yang menjadi mati dan membantu. Pendidikan adalah penyakit narasi yang membuat siswa menderita.
Sesungguhnya pendidikan harus dimulai dengan solusi dan kontradiksi guru-murid. Pendidikan harus mendamaikan kutub kontradiksi sehingga mampu memanusiawikan keduanya, yaitu guru dan siswa. Solusi ini tidak juga bisa diterima dalam konsep perbankan pendidikan. Sebaliknya, perbankan pendidikan mempertahankan dan bakhan merangsang kontradisksi mealui sikap berikut dan praktik yang menindas sebagai cermin masyarakat secara keseluruhan:
·         Guru mengajar dan siswa diajar
·         Guru tahu segalanya dan siswa tahu apa-apa
·         Guru berpikir, siswa menyadap pikiran guru
·         Guru berbicara, dan siswa patuh mendengarkan
·         Disiplin ditetapkan guru dan siswa mematuhi disiplin yang ditetapkan
·         Guru memilih dan melaksanakan pilihannya dan siswa mematuhinya
·         Guru bertindak dan siswa memiliki ilusi untuk bertindak melalui tindkan guru
·      Guru memilih isi program dan siswa secara tanpa dialog beradaptasi dengan isi program itu
·      Guru mengacaukan wewenang ilmu pengetahuan dengan wewenang profesionalnya sendiri yang dikemasnya secara bertentangan dengan kebebasan siswa
·         Guru adalah subjek proses belajar, sedangkan siswa adalah obyek belaka
Tidak mengherankan bahwa konsep perbankan pendidikan menganggap siswa sebagai beradaptasi, nakhluk dikelola. Pekerjaan siswa tidak lebih dari menyimpang deposito yang dipercayakan kepada mereka. Siswa kurang mengembangkan kesadaran kritis akan hasil dari intervensi mereka di dunia sebagai transformator dari dunia ini. Semakin benar-benar mereka menerima pesan pasif yng dikenakan pada mereka, semakin mereka cenderung hanya untuk beradaptasi dengan dunia seperti apa adanya dan keterampilan mereka terfragmentasi pada realitas yang disimpan di dalamnya.
Dikatomi penindas dan yang ditindas, serta bagaimana bergerak di luar itu. Realitas secara konkret menunjukkan adanya penindasan dan orang yang tertindas. Tidak ada yang membebaskan orang lain dan tidak ada juga yang membebaskan iri mereka sendirian. Orang-orang membebaskan diri dalam persekutuan dengan satu sama lain. Penindas menggunakan antidialogistis dalam berbagai cara untuk mempertahankan status quo. Dia mengalahkan yang tertindas dengan dialog yang selalu sepihak, megubah proses komunikasi menjadi tindakan necrophilia. Beberapa penindas bahkan menggunakan instrument ideologis lain untuk mencapai penaklukan mereka, sehingga mereka akan melakukan penaklukan total.
Karakteristik lain antidialogistas adalah cara menggunakan ielogi untuk memanipulasi orang agar sesuai dengan tujuan-tujuan yang mengusulkan. Kadang-kadang manipulasi terjadi dengan cara mengajak orang bekerja dengan merugikan bagi yang tertindas. Karakteristik lebih kanjut antidialogitas adalah invansi budaya, dimana yang tertindas adalah obyek. Mereka hanyalah obyek, sedangkan penindas adalah actok dan penulis dari proses tersebut. Ini merupakan taktik subliminal yang digunakan untuk mendominasi dan mengarah ke ketidakotentikan individu.
Setiap tatanan pindidikan yang buruk dan berlangsung lama, pasti menemukan perlawanan. Sistem dan gaya pendidikan yang menindas tidak mungkin berlangsung sepanjang sejarah. Janji-janji kea rah perbaikan menuju pendidikan yang membentuk manusia seutuhnya memang selalu mewarnai perjalanan sejarah. Namun demikian, pendidik humanis revolusioner tidak bisa menunggu terlalu lama untuk kemungkinan ini terwujud. Sejak awal, upaya tersebut harus sudah disadari bersama dengan siswa agar mereka terlibat dalam pemikiran kritis dan pencarian bagi humanisasi bersama. Guru dan siswa sama-sama berada pada koridor humanisasi. Usahanya harus dijiwai dengan kepercayaan yang mendalam dari masyarakat dan daya kreatif mereka. Untuk mencapai hal ini, guru harus menjadi mitra bagi siswa dalam hubungan antarsesama mereka.
               
Sumber: Danim, Sudarwan. (2010). Pedagogi, Andragogi, dan Heutagogi. Bandung: Alfabeta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar