Rabu, 06 April 2011

FENOMENA PENDIDIKAN



FENOMENA PENDIDIKAN

Fenomena 1 : Seorang siswa kelas 2 SD di Bandung mengadu kepada gurunya perihal kemarahan orang tuanya pada dirinya, karena siswa tersebut telah melarang orang tuanya merokok. Kekerasan orang tua dirumah yang terbawa ke sekolah ( Iwan Gunawan, 7/3/2008 ).

Pembahasan :

Dari segi psikologi keluarga, apa yang dialami anak di keluarga akan sangat berpengaruh pada perilaku anak tersebut. Apa yang diterimanya di keluarga ada kemungkinan besar akan diterapkannya di lingkungan bermainnya. Dalam kasus ini, orang tua anak tersebut mendidik dengan cara kekerasan. Si anak kemudian mempelajari bahwa cara mendidik yang baik itu adalah dengan kekerasan. Jadi apabila ada teman di lingkungan bermainnya yang berbuat salah, anak tersebut akan mengingatkan bahwa perbuatan temannya itu salah dalam bentuk kekerasan, misalnya dengan memukul, mencubit, atau mengajak bertengkar temannya tersebut. Intinya, pendidikan dalam keluarga adalah dasar pembentukan awal perilaku anak, dimana baik dan buruknya perilaku anak tergantung pada apa yang diajarkan orang tua kepada anak tersebut.

Dari segi psikologi bimbingan sekolah, anak diajarkan untuk mampu bersosialisasi dengan lingkungan bermainnya. Dalam ruang lingkup ini, guru dan teman merupakan faktor yang sangat berperan bagi pembentukan perilaku anak. Dalam kasus ini, mungkin lingkungan sekolah anak tersebut kurang memperhatikan faktor-faktor apa yang menyebabkan anak tersebut suka bersikap tempramen terhadap teman-temannya. Lingkungan sekolah tidak mengupayakan solusi yang baik dalam mengatasi perilaku anak tersebut, sehingga perilaku anak tersebut yang suka memukul temannya tidak terkontrol karena tidak adanya bimbingan perilaku yang diberikan. Intinya, pendidikan dalam sekolah membantu dalam menyelesaikan pembentukan perilaku anak yang belum sempurna dalam keluarganya.

Dari segi psikologi pendidikan, tokoh John Deway mengemukakan bahwa anak adalah pembelajar aktif (active learner). Apa yang diperoleh anak dalam keluarga maupun sekolah akan disalurkannya dalam lingkungan masyarakat luas. Jadi, jika yang didapat adalah hal buruk maka yang diberikannya kepada lingkungan juga hal yang buruk dan begitu juga sebaliknya. Dalam kasus ini, anak tersebut kurang diperhatikan perilakunya oleh keluarga dan sekolah sehingga berakibat pada sikap anak yang menjadi tempramen. Untuk itu dibutuhkan bimbingan perilaku untuk mengatasi perilaku anak tersebut. Intinya, psikologi pendidikan menyediakan teori-teori yang mungkin dapat diterapkan dalam membimbing perilaku anak menjadi lebih baik.


Fenomena 2 : Film Laskar Pelangi Dan Fenomena Pendidikan Kita.
Mendengar kata ‘Laskar Pelangi’, benak kita tentu akan tertuju pada novel tetralogi karangan Andrea Hirata yang rilis tiga tahun lalu. Suksesnya Laskar Pelangi yang mengangkat kehidupan kaum pinggiran nan miskin dan terlupakan di Pulau Belitong (sekarang Provinsi Bangka Belitung) menjadikan tokoh Ikal, Lintang, Mahar dkk sebagai pahlawan-pahlawan baru menggantikan tokoh `si Cowok Idaman’ dalam kebanyakan karya teenlit atau tokoh `Nayla si Trauma Seks’dalam kebanyakan sastra kelamin saat ini. Maka tak heran, bila sejumlah kritikus sastra memandang Laskar Pelangi sebagai fenomena baru, baik di ranah kesusastraan maupun perfilman nasional.Dalam latar kisah sekolah rekaan Andreainilah kita akan menemukan representasi mengkhawatirkan tentang praktik pendidikan formal di Indonesia yang kini tengah menuju pada `kematiannya’.

Pembahasan :

Dari segi psikologi keluarga, seperti yang sudah dijelaskan pada pembahasan fenomena 1 keluarga merupakan wadah dasar pembentukan perilaku anak. Dalam kasus ini, keluarga Lintang menganggap keputusan menyekolahkan Lintang adalah keputusan yang tepat dan berharap Lintang dapat mengeluarkan mereka dari lingkaran kemiskinan yang telah lama mengikat mereka hingga sulit bernapas. Ayah dan ibu Lintang percaya bahwa dengan menyekolahkan anaknya tersebut, Lintang akan membawa nasib keluarganya menjadi lebih baik di masa depan. Dari pernyataan orang tua Lintang tersebut, dapat kita lihat bahwa keluarga Lintang membentuk perilaku positif bagi jati diri Lintang. Mereka mampu memotivasi Lintang, meskipun mereka tinggal di daerah terpencil jauh dari kemajuan IPTEK dan mereka tergolong keluarga yang prasejahtera.

Dari segi psikologi bimbingan sekolah, guru mereka sendiri yang menyusun silabus pelajaran sekolah dan mengajarkan kepada mereka sejak dini pandangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum, keadilan, dan hak-hak asasi. Mereka diajarkan menggali nilai luhur di dalam diri sendiri agar berperilaku baik karena kesadaran pribadi. Materi pelajaran sekolah yang diajarkan sama sekali tidak seperti kode perilaku formal yang ada dalam konteks legalitas institusional seperti sapta prasetya atau pedoman-pedoman pengamalan lainnya, tetapi mampu membangkitkan semangat belajar dalam diri anak-anak muridnya. Dari sini kita bisa lihat, bahwa lingkungan sekolah Lintang juga memberi pengaruh positif terhadap cara pandang dan perilaku Lintang.

Dari segi psikologi pendidikan, tokoh John Dewey mengemukakan bahwa setiap anak (lelaki maupun perempuan, dari semua lapisan sosial-ekonomi-etnis) berhak dan layak mendapatkan pendidikan. Meskipun Lintang dan kawan-kawannya tinggal di daerah pedalaman terpencil dan rata-rata berasal dari keluarga prasejahtera, mereka tetap layak mendapatkan pendidikan yang walaupun pendidikan yang diperoleh belum masuk standar intitusional. Namun, ini sangat menunjang dan mendukung pembentukan sikap dan pengetahuan pada Lintang dan kawan-kawannya.

Fenomena 3 : "Early Ripe, Early Rot...!"
Orang tua percaya bahwa anak sendirilah yang akan menemukan sendiri kekuatan di dirinya. Bagi orang tua setiap anak adalah benar-benar seorang anak yang hebat dengan kekuatan potensi yang juga berbeda dan unik!
“Kamu harus tahu bahwa tiada satu pun yang lebih tinggi, atau lebih kuat, atau lebih baik, atau pun lebih berharga dalam kehidupan nanti daripada kenangan indah terutama kenangan manis di masa kanak-kanak. Kamu mendengar banyak hal tentang pendidikan, namun beberapa hal yang indah, kenangan berharga yang tersimpan sejak kecil adalah mungkin itu pendidikan yang terbaik. Apabila seseorang menyimpan banyak kenangan indah di masa kecilnya, maka kelak seluruh kehidupannya akan terselamatkan. Bahkan apabila hanya ada satu saja kenangan indah yang tersimpan dalam hati kita, maka itulah kenangan yang akan memberikan satu hari untuk keselamatan kita"
(destoyevsky' s brothers karamoz)

Pembahasan :

Dari segi psikologi keluarga, keluarga seharusnya mengerti dan paham apa yang dibutuhkan anak dan sampai dimana sebenarnya kemampuan anak. Keluarga yang terlalu menuntut dan menekan anak untuk menjadi sosok yang sempurna di masa depannya bukanlah keluarga yang baik. Keluarga yang baik adalah keluarga yang mengenali anaknya dan mengembangkan apa yang menjadi kemampuan anaknya. Tidak salah memberikan pendidikan di usia dini terhadap anak tetapi perhatikanlah apakah anak sudah mampu menerima dan menyerap pelajaran yang akan diberikan. Masa kanak-kanak seharusnya diisi dengan kenangan-kenangan indah bukan tekanan-tekanan psikologis dari keluarga. Karena kenangan masa kanak-kanak adalah kenangan yang akan selalu diingat sebagai kenangan yang indah. Jadi, jika yang didapat ketika anak-anak adalah kenangan buruk, kenangan indah apa yang akan diingat nantinya ??? 

Dari segi psikologi bimbingan sekolah, seperti yang sudah kita ketahui saat ini telah banyak sekolah-sekolah untuk anak usia dini. Namun, yang terpenting adalah bagaimana sekolah itu mampu menyelaraskan antara kemampuan anak dengan pelajaran yang diberikan di sekolah. Saat ini anak yang disekolahkan di Play Group sudah diajarkan bahasa Inggris dan menghitung. Apakah itu wajar ?? Seharusnya mereka perlu diajarkan sebatas maengenal gambar saja, agar pikiran mereka tidak terlalu dipress dan ditekan. Mungkin memang mereka mampu menerima dengan cepat pelajaran, tetapi bagaimana dengan kondisi psikologisnya ?? Anak mungkin akan menunjukkannya dengan perilaku yang semakin pendiam atau behkan jadi hyperaktif. Jadi, sekolah untuk usia dini jangan hanya mementingkan pelajaran kognitif saja, tetapi perilaku juga sangat penting diperhatikan.

Dari segi psikologi pendidikan, tokoh John Dewey mengemukakan bahwa yang terpenting adalah mengajarkan anak agar mampu bersosialisasi dengan baik dengan lingkungannya. Agar mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan campur tangan keluarga dan sekolah yang baik pula. Mengajar anak juga harus efektif, ini dikemukakan oleh William James. Apa yang diajarkan kepada anak haruslah sesuatu yang baik dan mampu diterima oleh penalaran anak. Penalaran anak itulah ynag harus dikembangakan, ini diungkapkan oleh E.L.Thorndike. Bukan keinginan orang tua yang dikembangkan tetapi kemampuan anak itulah yang dikembangkan. Jadi, kenalkanlah  anak-anak itu terlebih dulu ke lingkungan bermainnya, dari situ akan terlihat kemampuan anak itu. Kembangkanlah kemampuan itu dengan cara yang efektif. Dan tanamkan keahlian penalaran anak untuk mampu mencapai apa yang menjadi tujuannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar