Terlihat sepintas senyuman yang terbentuk di raut wajah gadis tersebut menandakan bahwa dia adalah sosok yang periang. Namun dibalik senyuman manis itu tersimpan sejuta tangis yang tak dapat jatuh menjadi tetes-tetes air mata. Tangisan itu membuat gadis kecil itu merasa trauma dengan sebuah kegagalan. Begitu banyak kegagalan yang dialaminya membuat dia merasa dunia ini serasa tak ada di depan matanya.
Buatnya, dunia ini bagaikan sebuah roda pedati yang rusak dan tak mampu berjalan lagi. Terlalu naif memang, namun trauma yang terlalu sering dilewatinya membuat dia seakan tak punya apapun untuk diperjuangkan lagi.
Sering terlintas dibenak gadis tersebut untuk terus dan tetap berusaha memperbaiki roda pedati tersebut supaya akhirnya gadis itu mampu melewati jalan berbatu dan berliku di depannya. Namun terkadang rasa hampa yang dirasakannya membuat dia menjadi seorang sosok yang berpura-pura untuk tegar.
Bukan mau dia menjadi seperti saat ini, tapi dia sendiri pun tak mampu mengartikan apa yang dirasakannya saat ini. Begitu rumit dan tak dapat diterjemahkan isi hati gadis tersebut. Sangat mustahil untuk dapat dipahami secara kasat mata, hati ikut berbicara dan mulut tak mampu berkat apapun.
Harapan yang selama ini dia coba bangun tak memiliki pondasi yang kuat, hingga ombak menerjangnya dan harapan itu saat ini runtuh tak berbentuk lagi. Sekarang, gadis tersebut sedang mencoba membangun kembali sebuah harapan dengan pondasi yang sudah cukup kuat. Pondasi itu berupa kekuatan untuk tetap mampu bertahan dalam kekecewaan dan ketidakpastiaan yang sedang dialaminya. Setidaknya gadis tersebut sudah siap dengan terpaan ombak yang mungkin lebih dahsyat dari sebelumnya.